Senin, 10 Desember 2012

Pohon mangga kita yang meranggas


1/
Pohon mangga kita tidak pernah berbuah lagi.
Semenjak ibu meranggas menjadi
daun-daun kuning yang gugur -Seorang perempuan
yang menyematkan dadanya
menjadi alamat rumah bertahun-tahun.
Menunggu sebuah jantung kembali
ke dalamnya untuk kemudian berdetak
seirama nafas.

Kata ia pada surat yang tak pernah dikirimnya:
Kemana jantung mu berpulang?
Aku semata angin yang membumbung melewati
celah dinding rumah kita yang retak.
Membawa lembab dan dingin ke dalam
tulang-tulang ku.
Mengenang mu sebagai akar tubuhku yang tumbang
terangkat dari kerak pikiran ku.

Ia lipat surat itu perlahan-lahan lalu
Ia remas untuk kemudian diselipkan
ke dalam mimpinya.

2/
Pohon mangga keluarga itu tetap saja tumbuh
dengan daun yang makin sering terlepas dari tangkainya.
Satu per satu setiap sore, setiap kali
hari menutup tanpa ada suara langkah
kaki memasuki halaman.

Aku mengumpulkan daun-daun itu
kemudian membakarnya. Aku menatap
ibu bergetar di teras pintu setiap
kali aku melakukannya.

2011

3 komentar:

  1. aku suka betul bagian ini:

    Ia lipat surat itu perlahan-lahan lalu
    Ia remas untuk kemudian diselipkan
    ke dalam mimpinya.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus