Selasa, 12 November 2013

Musim Hujan datang kembali

                                                              - DSR

Aku tak sempat menulis sajak untuk mu hari ini
Begitu pesan singkat yang aku terima dari balik rindu yang turun dari siang tadi.
Mengapa perasaan mengalir meliuk menggenang lalu beriak setiap kali
aku bayangkan kau datang dengan kacamata berembun di balik helm
Aku terlambat lagi bukan?

wangi daun lembab, bis bis berwarna merah, lampu lampu merkuri di jalan
semuanya memaafkan mu. Kamu tau?
Lalu senyum mu merobek separuh rindu yang aku simpan di dalam saku.

Mungkin saja sebetulnya kita hanya sepasang kata dalam sajak murahan
yang di tulis ketika sedang gelisah. Mungkin saja Aku dan Kamu
kemudian tersesat dalam lompatan-lompatan diksi dan kalimat
di antara mobil-mobil dan pedagang malam. Mungkin saja kali ini
kau sempat datang dan mengajak ku menghitung jumlah
genangan di jalanan yang banyak jumlahnya karena rindu yang tak terbendung.


November 2013

Pladeo

Kita duduk di sebuah pelana yang terpisah oleh sungai.
Tak ada nafas yang luput dari udara yang mencekam,
hutan, ranting, bunga yang merindukan matahari
ikut hanyut ke dalam arus waktu yang terjabar
dalam teori relativitas.

Bagaimana jika nanti aku tak bisa mengucapkan perasaan rindu ini?
Betapa sudah aku habiskan tahun-tahun ku memintal hujan
agar lekas turun. Biar menjadi rintik-rintik air yang menjadi alasan
untuk kita berdiri semakin dekat.

Kau bersadar pada pundak ku yang nampak seperti dermaga.
Tempat labuhan kelana yang terentang tanpa batas.
Mungkin nanti, mungkin saja kita menjadi rindu pada
desir angin, pada wangi laut, pada rambut ku yang kering,
pada ikan pari yang mengajak kita bercakap-cakap.

Tentang sajak yang ditulis dengan gelisah.
Pada jajaran minggu ketiga di tahun kabisat..

Oleh sepasang dada yang tersesat

2012