Kamis, 27 September 2012

Denpasar setelah hujan pagi ini


Saat itu cahaya masuk melalui kusen-kusen jendela
yang kemudian jatuh pada pegangan pintu, lalu menyusup ke jejeran buku pada rak kita yang tak pernah rapi,
hingga akhirnya bertahan di sela-sela bulumata mu. Menjelma menjadi udara tipis yang meniupkan mimpi mu
hingga terbawa keluar, menggoda burung yang bersitahan pada ranting-ranting. 

Hujan masih memeluk mu di ruangan ini.
Hingga tanpa terasa rintik-rintiknya mulai merembas
ke dalam pori-pori

Aku adalah perahu yang akan mengantar mu kembali ke dalam tidur. 
Lalu aku adalah anak sungai yang lahir dari rahim cinta mu.. Katamu berbisik..

kemudian gerimis menarik kusen jendela yang lupa kau tutup

- Rindu lahir berlembar-lembar


Sanur 2012


Jumat, 21 September 2012

Jalan




Perih sekali jalan ini ya, katamu di sebuah perjalanan kita yang kesekian.
Di tepi haribaan senja yang berakhir dengan luka yang merembas hingga ke dalam dada.
"Aku ingin menuntun mu membaca tanda mata, tanda hidup yang paling purba"

Sinar lampu merkuri memantul di kaca-kaca jendela
Percakapan kita tertahan di pohon-pohon akasia
kutatap wajah kita di garis batas antara perih dan langit kota

Kau pernah mengurai senja menjadi potongan-potongan kenangan
yang aku simpan di halaman buku cerita, yang sampai kini masih aku baca berulang-ulang
seperti berkunjung ke taman yang hanya ada dalam sajak cinta.

Dua belas suku kata yang terakhir terucap
lalu menguap menjadi kabut yang mengaburkan pandangan ku.
Menatap jalan yang aku tempuh 
di sepanjang perjalanan kita

Denpasar 2012

Cafe



1/
Bulan Juni belum habis, masih terasa di dalamnya
ada garis-garis hujan yang halus turun rintik-rintik dalam hatinya.
Seperti garis putus-putus dalam kartu pos yang tak pernah sampai ke alamat mu.

Disadari pula waktu telah menariknya begitu panjang terurai seperti rambutmu,
bening menangkap cahaya seperti matanya pertama kali menatap mu.
Pada bulan Juni yang panas, di sebuah cafe yang kau telah lupa namanya.

2/
Dia mengerti tentang garis-garis hujan yang melintang di sana-sini, namun
Ia tidak mengerti makna alam: panggilan tanda yang mengajak
hatinya mencintai mu.

Sederhana.

Dia hanya ingin duduk saja di cafe itu, menunggu engkau datang,
lalu menyeka pundak mu, meminta mu duduk
dan mendengarkan cerita mu
bersama lampu-lampu
yang menatap mu lembut

Denpasar 2012