Jumat, 04 Maret 2016

Ruang Hati

"dengan meja makan yang bundar"

Kau selalu terobsesi menjadi seorang pemain biola.
Senang menggesek senarnya, perilaku yang menyimpulkan kau ingin mengerat leher ku sejak lama. Kau ajukan juga partitur itu, Op 3 gubahan Vivaladi tepat ketika aku selesai makan malam. Katamu, "Biarkan aku sekali saja memainkannya, setelah itu kau kubolehkan perkosa aku, tenang saja kali ini aku tak meronta"

Kau memulainya dengan membersihkan selungsainya terlebih dahulu, kemudian mengucapkan sedikit doa. Purnama di luar merenggang ketika nada pertama kau mainkan. Aku merekah, luruh luluh lantak. Di bawah ruang lampu bohlam susu, aku menjadi kayu yang terbakar api, soneta itu terus kau mainkan, kau erat, kau kerat, patah..

(kini kau selalu terbobsesi menjadi seorang pemain biola.Senang menggesek dada ku. Mengencangkan urat nadi ku. Lalu meletakannya di antara rahang dan pundak mu.  Sebuah perilaku menyimpang yang menyadarkan ku bahwa kau mencintai ku..)

Lembab

Hujan mengibas-ngibaskan basahnya di rambut mu
suatu sore, ketika kau berjalan ke arah utara.
Menoleh pada ku sesaat 
seperti mengingat sesuatu yang lampau,
jalan setapak
di antara cemara
di telapak tangan mu
menyimpan takut ku
bahwa apa yang aku pahami
tak akan pernah mampu 
membawa mu 
berhenti 
(daun-daun yang ringan
jatuh perlahan)

2011  -  2016