Selasa, 06 Desember 2011

Anjang-anjang


1/
Hujan merambat dari anjang-anjang pagar rumah mu setelah sepanjang malam ia
menyentuh-nyentuhkan dirinya di kedua pipi mu sebelum berangkat ke kantor.
sambil meneteskan air matanya yang terakhir sebelum kering menguap
lewat nafas mu. Hati-hati di jalan ucapnya sambil perlahan-lahan menghilang di seberang jalan.

2/
Angkutan umum dan metromini menyambut mu dengan legawa.
Perjalanan akan membawa perjalanan yang lain.
Berkata ia sambil batuk-batuk padamu,
metromini yang tua, yang sayang pada kita, terutama pada mu
karena tidak pernah bosan mengangkutmu menyebrangi kilometer ke kilometer.
Mungkin suatu kali akan habis juga waktunya
lalu ditinggal begitu saja di pojok halaman.

Seperti kita? Seperti anjang-anjang yang merambat di sisi pagar rumah
yang makin tidak terurus? Seperti mobil tua yang di spionya tersimpan ratusan senja
yang pernah kita lewati bersama. Menelusuri Braga hingga pinggir kota,
menulusir tiap jengkal dengan perasaan yang sama setiap waktu.
Tentang perasaan yang berat di dada.

3/
Karena itulah aku akan selalu menyambut mu.
Seperti jalan yang selalu kau lewati setiap pagi, setiap hari.

2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar