Kamis, 12 Juli 2012

Solitude


Dari balik jendela kaca, ia menatap hujan yang tidak berhenti turun sepanjang hari ini. Sudah tiga jam ia menunggu dengan gelisah, tatapannya menerawang jauh melewati jalanan yang makin jingga tersiram warna cahaya senja. Cahaya yang juga menyirami perasaannya. Mengapa tak segera hilang kesedihan? Mengapa tak segera berganti senja dengan malam? agar gelap menutupi segala kepedihan yang menyelimuti perasaan agar menghilang tertelan pekat.

Cahaya senja memantul dari aspal, menabrak dinding-dinding toko dan jendela kaca mobil. Membelai rambutnya, memainkan anting-antingnya. Meragukan pandangannya. Sementara bunyi gelas beradu. Musik mengalun pelan. Sepasang perempuan tertawa di ujung restoran. Kesedihan makin mengendap, mengendap ke dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

Teleponnya berbunyi. Suara yang paling ia kenal sepanjang hidupnya terdengar di seberang. Mengucapkan kalimat perpisahan. Angin mengeras. Senja menghilang dari balik gedung-gedung. Menghilang dari kampung-kampung. Dari balik titik gerimis. Dari genangan air yang tersisa. Menghilang menarik segala kebahagiaan ke dalam malam yang pekat.

Ada sisa layangan tersangkut di langit. Ada sisa kebahagiaan yang sia-sia ia pertahankan. Runtuh gelembung air mata. Lampu-lampu jalan mulai menyala, berpendar-pendar. Membentuk untaian panjang cahaya kuning. Malam telah sempurna, bintang-bintang telah muncul di posisinya. Seorang wanita,  menahan tangis tanpa suara. Sendirian.

2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar