Kamis, 21 Agustus 2025

Semak-Semak

Dulu sekali di halaman rumah kami tumbuh semak-semak
Ayah seringkali meludah di sana

"Cih! Hidupmu itu jangan seperti rumput, tumbuh hanya untuk dinjak-injak"
Begitulah yang dia ucapkan setiap kali memotong belukar itu.

Ayah benci sekali dengan semak-semak.
Tapi aku justru mencintai mereka,
para begundal yang tak rela mati
meski setiap bulan kami bakar.

Setelah dewasa, aku mulai menanam semak-semak dalam kepalaku.
Menutupi kegersangan, dan kerontang yang mendidih.
Di sana aku membangun rumah dari alang-alang,
rumah sederhana tanpa rencana,
beralaskan rumput dengan pintu daun talas.

Setiap malam aku duduk di ambalan terasnya, 
menegur angin yang mengacak-acak daun, 
menunggu hujan membawa bau tanah basah  

Dalam senyap itu, seringkali aku dengar
sayup-sayup suara ayah meludah.

Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar