Selasa, 17 Oktober 2017
Tondano
membawa gemericing luka dan tawa
yang diam, meredakan rasa gelisah, yang sarat, merasakan halus
berdesir
Beberapa suku kata turun bersama
doa-doa yang gemetar di pucuk pagi
bersamaan dengan raung
rindu yang tindih-menindih,
silih berganti
Simpanlah peluk itu. Biar
kabut dan kedua lengan mu
saja yang menabur butir-butir
udara basah di sepanjang kota.
Sedangkan tubuh dan separuh
dadaku lesap, tersesat dalam labirin
duka
Kamis, 12 Oktober 2017
Palangkaraya
terbenam disana lembayu madu jingga di hamparan Palangkaraya
menepis sore dengan dendang melayu dan
suara anak-anak tertawa mengejek pada rindang kaca
Ketika akhirnya langit basah diantara
kedua arus sungai maka disitulah
imajinasi kita mengapung menghadap langit-langit hotel
yang membawa ramalan tentang
masa depan, rumah-rumah dengan jendela
dan taman belakang.
pada gelak kota yang menyimpan
umpama dan kata-kata
Selasa, 10 Oktober 2017
Biji Kapas dan Balai-balai
Seluruh rindu tumpah di sana oleh udara yang tersayat sepi.Aku termenung mengingat mu ketika senja yang hangat dan wangi damar mengupas tujuh kalimat yang membawa kenangan tentang bocah ingusan yang menyeru nama mu dari seberang sungai.
Di rekat hutan jati dan asam manggis, di tengah tandus tegalan dan suara rindik bambu. Di tungkai ilalang dan ricik subak. Lahirlah kesepian yang teramat asing, retak di antara jarak kasta.
Aku terjaga,menyimpan biji kapas untuk asat rindu kita
Sanur,
13 Oct 2012
Selasa, 19 September 2017
Merpati yang tersangkut di jendela
Aku bagai lautan tanpa ikan, begitukah?
Sejak kau menjelma menjadi musim hujan, aku selalu ingin menari di atas tubuh mu yang basah.
Menerka-nerka bagian mana dari lekuk mu yang akan ku peluk.
Aku ingin kau memperlakukan ku seperti selapang gurun pasir
bukan seperti pigura yang berisi foto-foto palsu.
Di atas meja kafe yang telah tercemari kesedihan ini
aku menulis kembali sajak yang telah lama aku lupakan
Merangkai kata-kata dari sudut-sudut kenangan yang paling kejam
Aku menyusun wajah mu dari trauma yang paling sedih yang bisa aku terima
Musim hujan yang tak pernah datang..
Jumat, 18 Agustus 2017
Biduan
Dibawakannya lagi tembang lagu tentang penyair yg hatinya babak belur mencintai durjana yang tak kasmaran. Dalam matanya yg redup saya nyalakan rembulan 15 watt agar hati yang telah gelap dan terlupakan di kota yang ramai dengan kesepian ini jadi terang rupawan.
Dendangnya mengalun menggoyang hidup saya yang lurus. Dentum gendang dan tiupan suling yang gundah membawa saya ke sebuah rumah yang menguarkan bau keringat tubuhnya, merangkainya menjadi nada melodi bertingkat tempat segala kenang dan kesusahan tertidur di dalamnya
2017
Selasa, 15 Agustus 2017
Sebagaimana
kau adalah segumpal cahaya yang
menggugurkan daun-daun
menggetarkan ranting-ranting lalu
menghidupkan tunas
kemudian membakarnya dengan panas.
Sebagaimana matahari,
kau pandai merawat luka,
menciptakan musim dan
menyemai biji-bijian di
ladang hampar tempat kau menumbuhkan
akar-akar yang menjerat
pikiran-pikiran ku
Sebagaimana matahari:
pada akhirnya kau akan tenggelam
di garis cakrawala.
Menjelma senja semburat merah mega-mega
yang akan menutup dunia ku
dengan selimut malam yang
gelap tanpa cahaya
Senin, 14 Agustus 2017
Penghunus Hujan
Kulihat kau datang tergesa-gesa masuk kedalam rumah.
Tubuhmu basah.
hujan baru saja mati di ujung jalan, ditembak
timbul tenggelam.
2017
Minggu, 13 Agustus 2017
Email dari Kyoto
2017
Jumat, 11 Agustus 2017
BUYAN
sendirian saja tanpa menyadari
ada aku yang memekik di seberang sini
Menghempas bunga-bunga
2017
Senin, 07 Agustus 2017
Nazim yang datang sebanyak-banyaknya
Selasa, 30 Mei 2017
Ketika Juni terasa panas dan kita lupa untuk mengucapkan selamat tinggal
ada garis-garis halus turun rintik-rintik seperti
garis putus-putus dalam kartu pos yang tak pernah
sampai ke alamat rumah kita
Disadari pula waktu telah begitu panjang terurai seperti cahaya yang menangkap bening pada bulan Juni yang panas, di sebuah halte yang kita telah lupa namanya.
Kita mengerti mereka yang bercahaya melintas di sana-sini, namun
kita tidak mengerti makna alam: panggilan tanda yang mengajak
kita menerjemahkan arti. Sederhana.
Padahal kita hanya ingin duduk saja di halte itu, menunggunya datang,
menyeka pundak, membuka payungnya
dan meminta kita bercerita
tentang Juni yang masih juga belum
habis-habis kita nikmati
Kamis, 27 April 2017
Lembang
Di lepas jejeran pinus dan akasia sepanjang jalan Subang kau remuk, pecah, menjadi percikan cahaya-cahaya..
Selasa, 14 Maret 2017
Apartemen No. 519
Kau bertanya, bagian mana tubuhku yang ingin kau cium? Sungguh, aku ingin setiap senja mati di bingkai jendela, agar cahayanya jatuh ke punggung mu dan aku bisa tidur di sana bermimpi tentang dunia tanpa ingatan
Kamis, 02 Maret 2017
Catatan dengan sebuah nama
Bagaimana aku tau dirimu yang
tertulis di selembar catatan kecil ;
hanya sebuah nama
tanpa tanda
Dua gelas kopi panas
satu untuk mu dan satu untuk ku
agar kita bisa berbincang sampai larut,
sambil aku membayangkan
wajahmu adalah segumpal
awan merah muda
mungkin awan yang manis;
karena warnanya mirip
dengan gula gula
Gula gula yang kau minta dari aku
di pesta malam,
setelah purnama ke delapan
Senyum mu mengembang
lalu berputar putar di kepala;
Coba engkau hitung berapa jerawatku?
Aku suka caramu bertanya, caramu tersenyum,
caramu menggoda, juga caramu melingkarkan lengan
yang membuat udara bergetar.
Membuat fajar nampak perawan, meski yang terlihat
adalah tujuh jerawat di wajahmu.
Jerawat yang seperti titik bintang
yang menjadi arah perjalanan
ke kotamu.
Setiap kali aku menelusuri tikungan
dan barisan tiang-tiang yang basah.
Di balik kaca jendela yang buram
oleh ribuan kenangan
berdesak desakan
Hanya untuk mengantarkan sebuah doa
ke balik selimut mu :
Ketika gerimis berhamburan, kita tidak bergegas,
Ketika jarak menjadi bias,
aku tak mengaduh.
Namun aku selalu berjanji
dalam hati:
Saat nanti kita bertemu lagi, saat rindu sudah jadi bintang yang redup,
saat lubuk-lubuk kesepian telah penuh.
Aku akan mengatakan padamu;
"hati hatilah dengan senyummu, dengan tujuh
rupa jerawatmu, dengan gula gula manis
serupa rambutmu..
Karena hanya dengan itu,
akan ada seorang pria yang mencatat mu
di sebuah catatan kecil..
Catatan dengan hanya sebuah nama tanpa tanda
Rabu, 22 Februari 2017
Cerita dari Sebuah Kafe
Di kafe ini ada suara mu yang mengendap di kipas angin
yang berputar perlahan lahan
lalu dihembuskan ke setiap sudut ruangan
ke tempat sepi sepi bersembunyi.
Menggenangi lantai yang bertabur detik detik, menguap pelan pelan
membentuk menit menit kemudian berulang
menjadi detak jam yang nanar.
Kadang kecantikanmu melekat luruh di atas panggung,
bersama mikrofon hitam yang berdiri sendirian
disoroti sinar lampu kuning tanpa
tanpa ada suara dan gerak tarianmu
gerak pinggulmu yang mengingatkan ku pada
tikungan dan warung makan, di mana sunyi di hadirkan
bersama kopi kental yang sehitam rindu.
Kerinduan yang tumpah meluber di simpang lampu merah,
saat aku memintamu bernyanyi tembang yang kau selesaikan semalam,
"Mengapa aku tak boleh jatuh cinta..?" hanya kau yang bisa jawab.
Hanya waktu yang tau caranya menjawab.
2/
Aku temukan wangi tubuhmu di sela sela hujan yang tak pernah reda.
Mengerti bahwa kau bisa saja terjebak di sana,
dengan tahi lalat di sudut bibir serta bulu mata yang melengkung seperti busur.
Mendadak kerudungmu telah melingkar di leherku, melingkar dengan lembut
mengajak aku menari di atas panggung.
Menjadi teman di pentas mu yang gemerlap. Aku menyukai selera yang kau pilih, warna ikat pinggang,
manik manik merah, gelang perak. Kuning hijau biru, semua melekat dengan wajar.
Apa yang harus aku katakan? Sungguh aku ingin menikmatimu dari sudut-susut kesepian,
merekam semua yang lewat, menulis sajak tentang rindu yang mengalun pelan pelan.
3/
Dengan bintik bintik getir, aku merangkai susunan kalimat dari matamu yang bergetar setiap kali kau bicara,
ketika cinta itu ku bawakan juga. Lengan mu kau kibarkan
melenggang menghantar pesan ke hatiku yang rawan.
Teruslah menggoda, teruslah mengisi setiap dada laki laki yang memar.
Sampai setiap nyala telah dipadamkan. Sampai tak ada lagi sorot mata yang menawan,
hanya suara parau yang mengiringi, saat kau merendahkan bajumu.
"Aku ingin menjadi ibu.."
bisikmu ketika rindu mekar di jalanan.
4/
Sore ini aku kembali ke restoran,
menyusun setiap titik kenangan menjadi garis garis yang saling bertautan.
Ada suara piano terdengar dari seberang meja.
Entah siapa mereka yang tanpa sengaja mengirim luka itu ke mari.
Kesedihan bercecer hingga ke lantai, aku bongkar luka
kutemukan ladang terbakar dan gurun pasir yang menganga.
Dan kau belum datang juga,
atau kau memang tak akan pernah datang..
Senin, 06 Februari 2017
Musim Panjang di Teras Rumah
Selasa, 24 Januari 2017
Di Antara Batas
sepi menyambar
kering
mengkerut
menyisakan abu
pekat
ringan
di titik lelah
antara puncak menara kabut
dan bohlam
susu
yang menyala
di lingkar dadamu
juga rembang madu alis
yang seharum pandan
sepanjang
sungai sungai
ketika ku susuri
bidang batas
matamu
Bagaimana menyampaikan
rindu
lewat pesan singkat
bagaimana mengikat
pilu
dengan cepat
bagaimana memadamkan
sepi yang menyambar
ranting ranting
kering itu?
Jika telaga telah punah
Jika hati ku sudah musnah
sanur 2010