Oktober
Getir air sungai itu kini
telah susut, gemericiknya tak lagi
mengalir di pandan busur
lengkung senyum mu seperti dulu.
Di ujung pagi. Diantara batas 2 kota
yang kini terpisah sebuah
pohon Akasia yang
ranting-rantingnya
telah patah
Desember
Irama wangi pasar
dan siut kereta
saling berselisihan
di antara sepi
dan rindu yang
mengambang
di dalam
mimpi-mimpi kita
tentang sebuah
rumah
dengan sepasang pagar
dan
perasaan rawan
yang selalu hadir
setiap kali musim hujan
Februari
Berikut juga kenangan
tentang
sajak-sajak kita yang
lahir
di sebuah teater
tanpa sutradara.
Di bawah pohon
beringin tua
yang daunnya
menguning
berguguran
April
Dulu, ketika musim
kemarau tiba, kau akan
mengantar layangan
dengan rantai
sepeda
yang kau kayuh
sepanjang rel kereta
yang bergetar
menyampaikan
rindu ku
yang mengeras
memanggil mu
dari pulau
yang jauh
Agustus
Terpisah selat
penuh
gelombang
lengkung
bergulung
hitam serupa
rambutmu
yang memecah
kenangan
sepanjang bukit
kapur
di Tanjung Karang
yang gugur
oleh musim
kenangan
September
Kini cerita-cerita di koran
adalah cerita sajak di kala
sore yang mendung
saat kita pernah sama-sama
membayangkan
laut meluap
menelan kota
menghanyutkan
dirimu
yang terbawa arus
bah melepaskan
dirimu
dari diriku
lalu seisi
langit
tumpah
ke bumi
menghantam
pohon-pohon
rumah-rumah
masjid-masjid
gereja-gereja
bengkel-bengkel motor
rumah sakit
kelenteng, gedung dpr
hingga
kita begitu
takut, lalu terlelap
dengan sepasang
tubuh yang
basah
November
Kini
Di ujung jalan sana
Di kelokan ketiga
Sebelum alun-alun itu
setiap sore
kau
menguap
Menjelma musim
Singapore 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar